SEJARAH BERDIRINYA DESA GENJAHAN
Ikhsan Setyo Wibowo 23 September 2019 09:17:26 WIB
SIDA-Genjahan - Pada masa kekuasaan kerajaan Mataram – Kartasura, wilayah Gunungkidul termasuk dalam wilayah Mangkunegaran Solo. Namun dengan adanya peristiwa Babad (Perjanjian) Giyanti pada tahun 1755 M, yaitu perjanjian pembagian wilayah antara VOC dengan Kasultanan Mataram maka Gunungkidul masuk wilayah Kasultanan/ Mataram Yogyakarta dan wilayah Semboyan Wonogiri masuk di wilayah Mangkunegaran Solo.
Berdirinya Desa Genjahan ditandai dengan terjadinya perubahan sistem Pemerintahan Kademangan ke dalam sistem Pemerintahan Kalurahan pada tahun 1912. Pada masa pemerintahan Kademangan struktur organisasi pemerintah terdiri dari Bekel Tua, Bekel Cengkek, Bekel Jajar, dan sebagainya. Jabatan Bekel dilaksanakan dengan sistem turun temurun. Pada saat itu, Desa Genjahan termasuk dalam wilayah Kademangan Pati, sedangkan Demang yang berkuasa yaitu Hardja Darsa. Sedangkan wilayah Ponjong terdiri dari Kademangan Wirik, Kademangan Trengguna, Kademangan Koripan, Kademangan Ponjong, Kademangan Karangijo, dan Kademangan Pati.
Berdirinya Kalurahan Genjahan pada hari Rabu Wage, tanggal 28 Agustus 1912, terdiri dari Dusun Pati, Dusun Genjahan, Dusun Susukan, Dusun Simo, Dusun Kerjo dan Dusun Tanggulangin. Setelah terbentuk Kalurahan maka struktur organisasi pemerintah menjadi, Lurah Kamitua, Carik, Jaga Miruda, Kabayan dan Ulu-Ulu.
Setelah Kalurahan berdiri, maka agar roda pemerintahan bisa berjalan maka Bupati Gunungkidul ke-7 yaitu RT Wiryodiningrat (1901–1914) selanjutnya mengangkat Krama Pawira yang sebelumnya menjabat sebagai Bekel di Sendang Sawahan, sebagai Lurah pertama Desa Genjahan dari tahun 1912–1943. Krama Pawira adalah Putra dari Mangun Puspito( Demang Pucangsari )
Pada saat berdiri, kalurahan Genjahan belum memiliki balai desa, untuk itu adanya rapat dan pertemuan lainya dilakukan di rumah Lurah Kramapawira, sekaligus sebagai pusat pemerintahan. Setiap hari Rabu Wage kalurahan Genjahan selalu mengadakan rapat rakyat atau rapat kepala keluarga. Rapat yang dilakukan setiap hari Rabu Wage ini selanjutnya dikenal dengan sebutan rapat wong sewu.
Setelah Kramapawira berkuasa selama 31 tahun (1912–1943), maka Bupati Gunungkidul ke sepuluh yaitu KRT Joyodiningrat (Moertoyo) yang berkuasa pada tahun 1935–1944. Pada tahun 1943 memerintahkan kepada Kramapawira untuk berhenti mengingat kondisi fisiknya sudah tua dan perjuanganya terhadap kalurahan Genjahan sudah besar. Maka Lurah Kramapawira segera mengadakan rapat rakyat pada hari Rabu wage. Pada rapat tersebut KRT Joyodiningrat juga hadir dan memberikan instruksi kepada warga yang hadir, agar mengangkat Alimu Harjodisastro sebagai pengganti Lurah Kramapawira.
Atas perintah KRT Joyodiningrat tersebut, maka Alimu Harjodisastro yang merupakan cucu dari Kramapawira selanjutnya diangkat menjadi Lurah Genjahan kedua dan berkuasa dari tahun 1943–1946. Sebelumnya Alimu Harjodisastro merupakan Carik Kalurahan Genjahan, Alimu Harjodisastro diangkat oleh KRT Joyodiningrat sebagai Lurah Genjahan kedua karena dianggap tingkat pendidikanya paling tinggi.
Pada tahun 1946 terjadilah masa Pembangunan, dimana seluruh Lurah dan Pamong diberhentikan untuk menghadapi ekonomi tingkat desa. Maka Lurah Alimu Harjodisastro juga diberhentikan. Namun setelah masa pembangunan selesai maka pada tahun itu juga diadakan musyawarah pemilihan Lurah lagi. Pemilihan diadakan dirumah Suro Ijoyo di Dusun Susukan. Namun pemilihan tersebut tidak ada kata mufakat sehingga pertemuan ditunda pada hari berikutnya. Selanjutnya pada pertemuan yang diadakan di rumah Kramapawira sebagai pusat pemerintahan kalurahan Genjahan, maka Alimu Harjodisastro terpilih kembali menjadi Lurah Genjahan yang ketiga dari tahun 1946 – 1948.
Dalam menjalankan pemerintahanya Lurah Alimu Harjodisastro dibantu oleh Carik Darmo Suroyo, Keamanan oleh Darso, Sosial oleh Wiryo Sumarno, dan Kemakmuran oleh Karto Sudarmo. Pada tahun 1948 Lurah Alimu Harjodisastro berhenti dan digantikan oleh Wiryo Sumarno yang sebelumnya menjabat sebagai Sosial sebagai Lurah ke empat.
Lurah Wiryo Sumarno berkuasa di kalurahan Genjahan selama 5 tahun, terhitung dari tahun 1948–1953. Pada tahun 1953 Lurah Wiryo Sumarno purna tugas dan selanjutnya diadakan pemilihan Lurah Genjahan kelima dan ternyata Alimu Harjodisastro terpilih kembali, Lurah Alimu Harjodisastro selanjutnya menganggap perlu adanya bangunan balai desa yang permanen dan berada di tengah–tengah Kalurahan Genjahan, maka pada tahun 1953 Lurah Alimu Harjodisastro mengadakan tukar guling tanah Kas Desa terletak di Bulak Timo seluas ± 2 ha, dengan tanah milik Kartapawiro di Kerjo 2 seluas ± 2100 m².
Rumah joglo milik Kartapawira di tanah tersebut kemudian di renovasi sebagai balai desa atau balai pertemuan. Selanjutnya pusat pemerintahan yang semula dirumah Lurah Genjahan dipindahkan ke balai desa di Dusun Kerjo 2. Disamping itu sebagai pusat olah raga warga Kalurahan Genjahan, Lurah Alimu Harjodisastro juga membangun lapangan PPC. Setelah pusat pemerintahan pindah ke Balai Desa Genjahan di Dusun Kerjo 2, maka tata kota dan tata pemerintahan mulai tersusun. Lurah Alimu Harjodisastro mengakhiri masa jabatanya pada tahun 1968.
Setelah Lurah Alimu Harjodisastro berhenti dari jabatannya maka dilangsungkan pemilihan Lurah Genjahan keenam. Mangun Sumarto dari Dusun Simo terpilih menjadi Lurah mengantikan Alimu Harjodisastro mulai tahun 1966–1995. Selama 30 tahun sebagai Lurah Genjahan, Mangun Sumarto melanjutkan program kerja dari Alimu Harjodisastro dari pelbagai bidang. Banyak perubahan yang dilakukan oleh Mangun Sumarto terutama dibidang pembangunan, sosial dan budaya.
Di bidang pembangunan, Pada tahun 1970 Lurah Mangun Sumarto mengadakan pelebaran jalan–jalan lingkungan di wilayah kelurahan Genjahan. sedangkan untuk keperluan air sawah, Lurah Mangun Sumarto membangun jembatan besar seperti Jembatan Kadipaten, Jembatan, Simo, Jembatan Susukan 4, dan Jembatan Karanggayam. Disamping itu untuk saluran pengairan berupa goron-gorong dibangun sebanyak 95 tempat. Di bidang Sosial Lurah Mangun Sumarto membangun Masjid Kota Al Musthofa dan Puskesmas Ponjong. Sedangkan dibidang pertanian Lurah Mangun Sumarto memperluas area pertanian dengan menciptakan area baru. Luas pertanian kalurahan Genjahan semula ± 78 ha menjadi ± 200 ha.
Setelah Lurah Mangun Sumarto habis masa jabatanya, maka mulai tahun 1995–2003 Sutijo, BA dari Dusun Pati terpilih menjadi Lurah ketujuh. Pada masa pemerintahan Lurah Sutijo, BA, Balai Desa sebagai pusat pemerintahan diprogramkan untuk dibangun, namun hingga Lurah Sutijo, BA habis masa jabatanya program tersebut belum terealisasi. Maka pada tahun 2003 Lurah Sutijo, BA purna dan digantikan oleh Widiantara, A.Md dari Dusun Pati.
Widiantara, A.Md terpilih menjadi Lurah Genjahan mulai tahun 2003–2013. Sebagai Lurah Genjahan kedelapan, Widiantara, Amd merubah balai desa yang sudah ada menjadi bangunan yang baru dan megah dengan beaya swadaya masyarakat, dan melakukan tata kota, sehingga pasar Kliwon yang semula berada di Proliman Ponjong karena dianggap oleh masyarakat pengguna jalan mengganggu arus lalu lintas maka oleh Lurah Widiantara, Amd, pasar tersebut dipindahkan ke komplek PPC. Disamping itu juga komplek pemakaman Bupati Gunungkidul pertama (MT. Pontjodirdjo) dibangun pagar dan gapura pintu masuk. Sedangkan bidang pendidikan, Taman Kanak–kanak Negeri Ponjong juga dibangun pada masa pemerintahan Lurah Widiantara, Amd.
Pada masa pemerintahan Lurah Widiantara, Amd, sebutan kalurahan, dusun dan pamong dikonfersi menjadi sebutan desa, padukuhan dan perangkat desa, demikian juga sebutan kepala dusun menjadi dukuh dan Lurah menjadi Kepala Desa. Kepala Desa Widiantara, A.Md berkuasa di Desa Genjahan selama 10 tahun dan mengakhiri masa jabatannya pada tahun 2013.
Setelah Kepala Desa Widiantara, A.Md purna tugas maka H. Agus Haryanto terpilih menjadi Kepala Desa Genjahan kesembilan. Sesuai dengan peraturan perundang – undangan bahwa masa jabatan kepala desa ditentukan selama 6 tahun dalam satu periode, dan bisa dipilih kembali selama dua periode berturut – turut. Maka Kepala Desa H. Agus Haryanto menjabat dari tahun 2013–2019.
Pada masa pemerintahan Kepala Desa H. Agus Haryanto pembangunan pagar balai desa, taman balai desa dan mushola di komplek balai desa dilaksanakan. Sehingga bangunan balai desa yang megah tampak rapi. Dibidang ekonomi Kepala Desa H. Agus Haryanto juga membangun gedung Bumdes di komplek balai desa Genjahan. sedangkan dibidang budaya H. Agus Haryanto melakukan rintisan desa budaya dengan menyelenggarakan kirab budaya di setiap tahunnya.
N0 |
Nama |
Masa Jabatan ( tahun ) |
Keterangan |
1 |
Krama Pawiro |
1912 - 1943 |
Lurah ke - 1 |
2 |
Alimu Hardjadisastro |
1943 - 1946 |
Lurah ke – 2 |
3 |
Alimu Hardjadisastro |
1946 – 1948 |
Lurah ke – 3 |
4 |
Wiryo Sumarno |
1948 - 1953 |
Lurah ke – 4 |
5 |
Alimu Hardjadisastro |
1953 - 1965 |
Lurah ke – 5 |
6 |
Mangun Sumarto |
1966 - 1995 |
Lurah ke – 6 |
7 |
Sutija, BA |
1995 - 2003 |
Lurah ke – 7 |
8 |
Widiantara, Amd |
2003 - 2013 |
Kades ke – 8 |
9 |
H. Agus Haryanto,S.I.P |
2013 - 2019 |
Kades ke – 9 |
TEMPAT – TEMPAT BERSEJARAH
Tempat–tempat bersejarah sebagai situs dan bukti bahwa masyarakat desa Genjahan sudah ada sebelum Kalurahan Genjahan berdiri antara lain :
- Widoro Makam Budha
Tempat pemakaman penganut agama Budha, pada masa pemerintahan kerajaan Majapahit terletak di Padukuhan Susukan 2, Genjahan Ponjong.
Saat ini makam tersebut masih berwujud batu yang dikelilingi pohon serut bersebelahan dengan bangunan Gereja (GKJ Susukan).
- Makam Pesantren
Tempat pemakaman penganut agama Islam pada masa pemerintahan kerajaan Majapahit. Pemakaman dibangun bersebelahan dengan pondok pesantren dan masjid yang dipercaya didirikan oleh Kyai Ali dari Demak Bintolo pada tahun 1725 dan Kyai Talak Budin dari Bagelen Purworejo pada tahun 1800. Pemakaman tersebut sampai saat ini masih digunakan masyarakat, akan tetapi Pondok pesantren tersebut sudah tidak ada, namun masjidnya dipindahkan ke Desa Umbulreja, sedangkan mimbar ada di Mushola Al-Aamiin Susukan 4, tongkat ma’ashirol dan Alquran disimpan oleh Kyai Satino di Susukan 4. Pemakaman Pesantren terletak di Padukuhan Susukan 2, Genjahan Ponjong.
- Belik/ Sumur Krapyak
Sumur peninggalan Eyang Narokosuro/Mangun Kusuma I, (tokoh spiritual) namun kondisi sumur tersebut saat ini sudah berubah menjadi bangunan Masjid Sulthon Pati. Menurut Eyang Darwa (Ketua ‘Perdana’/ Persatuan Darah Naraksura) bahwa Eyang Mangun Kusuma atau Narakasura adalah wakil Bupati Pacitan, beliau sembunyi karena ayahnya yang bernama Pancoran (Putra Sunan Mas dari istri selir) ditangkap Belanda dan beliau selalu dikejar Pasukan Belanda. Selama dalam pelariannya Beliau terlebih dulu sembunyi di Ngawen, dan pernah menikah dengan wanita Ngawen. Salah satu ahli waris dari Ngawen menganggap bahwa Eyang Mangun Kusuma atau Narakasura adalah Bupati Pacitan I, setelah Belanda mengetahui Eyang Mangun Kusuma bersembunyi di Ngawen maka Pasukan Belanda ingin menangkapnya, hingga Eyang Mangun Kusuma bersembunyi hingg di Padukuhan Pati Desa Genjahan. dalam persembunyiannya beliau membuat rumah dan sumur (belik) di Pati Genjahan Ponjong.
- Makam Mbah Gagak Simo
Mbah Gagak Simo dipercaya sebagai cikal bakal berdirinya Padukuhan Simo. Mbah Gagak adalah salah satu prajurit pelarian perang pada masa pemerintahan Majapahit. Menurut mitos bahwa prajurit tersebut selalu dikejar – kejar musuhnya akan dibunuh, maka untuk menyelamatkan diri, prajurit bersembunyi di wilayah Simo dan menyamar sebagai petani. Setiap malam selalu ditemani hewan piaraanya seekor harimau (macan/ Simo) dan menunggang kuda Gagak Rimang, maka prajurit tersebut dikenal dengan sebutan Mbah Gagak Simo. Makam Mbah Gagak Simo terletak di Padukuhan Simo 1, Genjahan Ponjong
- Monument Jenderal Sudirman
Setelah sebelumnya istirahat di desa Kenteng, pada tahun 1949 Jenderal Soedirman berisitirahat di Desa Genjahan selama ± 15 hari, kemudian melanjutkan perjalananya ke Gelaran Bejiharjo, selama peristirahatanya bersama prajuritnya ± 50 0rang, semua kebutuhan makan dan minum disediakan oleh masyarakat Genjahan yang dikoordinir oleh Carik Kincoko. Monumen tersebut terletak di Padukuhan Kerjo 1, Genjahan Ponjong
- Makam Mas Tumenggung Pontjodirjo
- Pontjodirjo adalah Bupati Kabupaten Gunungkidul I yang dimakamkan di Padukuhan Kerjo 1,makam tersebutpada masa pemerintahan MT Pontjodirjo dijadikan tempat tinggal dan sekaligus sebagai pusat pemerintahan Kademangan Pati. Setiap peringatan Hari Jadi kabupaten Gunungkidul, makam tersebut selalu digunakan upacara oleh Bupati Gunungkidul dan semua jajarannya.
- Makam Jonantang
Jonantang adalah pengawal pribadi MT Pontjodirjo, Makam Jonantang terletak di Padukuhan Susukan 3, Genjahan Ponjong
- Sumur Sumbarinten
Sumur yang dibuat pertama kali oleh MT Pontjodirjo. Disamping untuk mandi dan kebutuhan setiap hari juga untuk kebutuhan tamu yang datang.terletak di Padukuhan Kerjo, Genjahan Ponjong
- Masjid Al Murtadhlo
Masjid yang dibangun pertama kali oleh MT Pontjodirjo pada masa memegang kekuasaan sebagai Bupati Gunungkidul. terletak di Padukuhan Susukan 2, Genjahan Ponjong
Komentar atas SEJARAH BERDIRINYA DESA GENJAHAN
Formulir Penulisan Komentar
Pencarian
Komentar Terkini
Statistik Kunjungan
Hari ini | |
Kemarin | |
Pengunjung |
- Sejarah singkat Lurah Genjahan
- PENYERAHAN LAPTOP UNTUK KEGIATAN PAUD KALURAHAN GENJAHAN
- KEGIATAN SENAM GERMAS KALURAHAN GENJAHAN
- SAFARI TERAWIH PAMONG KALURAHAN GENJAHAN
- Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada Balita dan Ibu hamil
- TIRAKATAN HADEGING DIY KAPING 269
- INFO GRAFIS PERKAL APBKal KALURAHAN GENJAHAN TAHUN 2024